Haris Media official website | Members area : Register | Sign in
Maaf Blog Ini Sedang Dalam Proses Pengembangan

RI Punya Potensi Rp200 Triliun untuk Bangun Ekonomi Rakyat

Kamis, 14 Juli 2011

Share this history on :
Pengelolaan Anggaran I Kesejahteraan Petani di Daerah

MemprihatinkanIndonesia sebenarnya memiliki potensi dana tak kurang dari 200 triliun rupiah per tahun asalkan mampu dan berani memangkas serta menggeser sejumlah anggaran yang tidak efektif, seperti impor pangan, pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi perbankan, dan sejumlah pos subsidi.

Dari impor pangan setidaknya diperoleh 57,77 triliun rupiah, pembayaran bunga obligasi eks Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sekitar 60 triliun rupiah, dan dari pemisahan subsidi yang tidak produktif setidaknya bisa didapat 100 triliun rupiah.

Dana sebesar itu dinilai akan lebih produktif dan efektif bila benar-benar dimanfaatkan untuk membangun ekonomi kerakyatan yang berbasis modernisasi pertanian. Industrialisasi sektor pertanian itu diyakini bisa mendukung program kemandirian pangan sehingga mengurangi kebergantungan pada impor pangan sekaligus menyerap lebih banyak tenaga kerja.
Pembangunan sektor pertanian secara serius merupakan satu alternatif terbaik untuk menangani kemiskinan di Tanah Air karena lebih dari 60 persen penduduk tinggal di perdesaan.

"Guna mendukung kemandirian pangan memang semua potensi dana yang ada bisa saja digerakkan untuk membangkitkan ekonomi kerakyatan. Dana-dana subsidi, cicilan bunga utang, obligasi rekap, dan dana impor pangan dikelola untuk membangun kemandirian pangan," kata ekonom Universitas Indonesia, Nining Indroyono Soesilo, di Jakarta, Rabu (13/7).

Namun, tambah dia, semua itu bergantung kepada kemauan politik pemerintah. "Padahal, kalau mau bisa saja melalui mekanisme planning, organizing, actuating, dan controlling. Tapi, yang terpenting actuating dan controlling karena ini yang terlemah di Indonesia."

Nining menegaskan untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan memang membutuhkan adanya komitmen politik yang nyata. Menurut dia, yang dibutuhkan dalam membangun ekonomi kerakyatan adalah kemampuan merangsang kegiatan ekonomi produktif di tingkat rakyat sekaligus memupuk jiwa kewirausahaan.

Sebelumnya, dikabarkan, alokasi anggaran subsidi dalam APBN dinilai kurang produktif, misalnya subsidi pendidikan yang tidak tepat guna, subsidi bahan bakar minyak (BBM) salah sasaran, dan sistem subsidi pertanian yang tidak jelas. Oleh karena itu, subsidi pemerintah sebaikan diarahkan kepada kegiatan ekonomi yang produktif sehingga tidak hanya meningkatkan daya beli masyarakat, tetapi juga menciptakan lapangan kerja (Koran Jakarta, 13/7).

Gagal Mengelola

Ekonom Universitas Gajah Mada, Sri Adiningsih, menilai pemerintah selama ini gagal mengelola potensi sumber dana dan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini, antara lain, terlihat dari tingginya kebergantungan Indonesia pada impor pangan setiap tahunnya.

Padahal, lanjut Adiningsih, selama ini faktor konsumsi sangat menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, sektor yang diandalkan ini ternyata dibanjiri oleh barang-barang impor termasuk komoditas pangan.

"Kebergantungan yang tinggi pada impor juga bisa menghambat pertumbuhan. Pasar dalam negeri sudah banyak diserbu berbagai produk impor. Kebanyakan dari masyarakat kita merupakan kelas menengah sehingga produk impor dinikmati kelas menengah," ujarnya.

Impor pangan Indonesia kian mengkhawatirkan dan terus meningkat setiap tahun, mencapai 6,42 miliar dollar AS (sekitar 57 triliun rupiah) pada 2010 atau naik 35,16 persen dibandingkan pada 2009. "Impor yang tinggi bisa menggerus pendapatan dan cadangan devisa. Diversifikasi pangan yang diagendakan pemerintah sebagai negara yang memiliki kemandirian pangan hanya isapan jempol. Kesejahteraan petani di daerah masih memprihatinkan," kata Adiningsih.

Impor pangan terbesar pada 2010 dialokasikan untuk gandum yang pada 2010 mencapai 1,42 miliar dollar AS. Kacang kedelai, susu, dan produk susu juga menyerap devisa cukup besar dengan nilai impor masing-masing 840 juta dollar AS dan 630 juta dollar AS.

"Thailand yang memiliki lahan tidak seluas Indonesia dan tanah yang subur seperti Indonesia bisa menjadi eksportir beras yang diakui dunia. Kita malah jadi importir," ujar Adiningsih. lex/fan/WP

Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : harismedia.net@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 komentar:

Posting Komentar