Haris Media official website | Members area : Register | Sign in
Maaf Blog Ini Sedang Dalam Proses Pengembangan

Koalisi Strategis Lebih Rasional

Senin, 09 Mei 2011

Share this history on :

Bagi pengamat politik Arbi Sanit, sistem kepartaian di Indonesia perlu dibagi ke dalam dua kelompok besar, agar sesuai dengan sistem presidensial. Bagaimana detailnya? Berikut wawancara wartawan Republika, Harun Husein, dengan Arbi Sanit.

Format kepartaian seperti apa yang pas untuk Indonesia?
Kalau melihat contoh-contoh sistem presidensial yang berhasil dan gagal, kaitannya dengan partai peserta pemilu amat kental. Artinya, kalau jumlah partai peserta pemilu lebih dari dua, efektivitas dan stabilitas pemerintahan hasil pemilu selalu tidak bisa dipertanggung jawabkan. Jadi, otomatis prinsipnya, dua peserta pemilu lah yang penting. Itu baru bisa menopang sistem pemerintahan presidensial secara demokratik dan efektif sekaligus.
Tapi, karena dalam sistem multipartai di Indonesia dan hak demokrasi, partai tidak bisa kita bubarkan begitu saja. Maka, mereka didorong pada dua koa lisi. Itu solusi yang rasional, sesuai dengan kebutuhan.

Akhir-akhir ini sudah muncul penggabungan partai. Ada yang mengusung konfederasi dan fusi…?

Yaa, saya kira, kalau konfederasi atau federasi ti dak efektif, karena terlalu longgar. Jadi, bentuk koa li si nya itu mestilah yang kokoh juga. Saya meng ambil contoh yang sukses itu Barisan Nasional di Malay sia. Lebih 50 tahun mereka bisa bersatu, menang, dan berkuasa. Jadi, dalam kaitan ini, contoh malaysia itu saya kira yang paling tepat untuk Indonesia.

Malaysia formatnya seperti apa?

Dia koalisi. Tetapi, tetap saja partai-partai itu ada. Mereka membagi kursi dan leadership-nya secara proporsional di antara anggota koalisi. Yang jelas, memang, koalisinya itu, pada setia dengan koalisi, dan ada sanksi kalau tidak setia.

Apa ke depan perlu dibuat peserta pemilunya koalisi?

Ya. Justru itu yang amat diperlukan. Jadi bolehboleh saja banyak partai, atau bikin partai baru. Itu hak. Tapi, yang ikut pemilu itu harus dibatasi. Nah, kalau untuk memenuhi sistem presidensial, dibatasi pada dua kelompok. Soal bagaimana pembagian kursi dan kepemimpinan nanti, itu urusan masingmasing koalisi.

Apakah memungkinkan konstitusi kita?

Bisa, karena nggak berlawanan dengan UUD. Di UU-nya kita geser ke kelompok partai.

Ada anggapan kalau koalisi lebih terasa seperti sistem parlementer?

Yaa, enggaklah. Chile yang paling berhasil di Amerika Latin, presidensialnya berhasil karena ada koalisi.

Sebenarnya apa perbedaan koalisi, aliansi, konfederasi, fusi?

Kalau fusi, peserta gabungan sudah kehilangan segala hal. Ideologinya dikompromikan, leadership dikompromikan, organisasinya pun disatukan. Itu pengalaman zaman Soeharto. Itu tidak demokratik. Karena, hak untuk berpartai menjadi hilang.
Konfederasi, bandingkan saja dengan negara konfederasi Inggris. Ada Malaysia, Australia. Masingmasing merdeka kom plet. Tetapi, waktu perang Malvinas de ngan Argentina, semua membantu Inggris. Jadi, hanya momentum. Jadi, waktu pemilu dia bergabung ramai-ramai. Di luar pemilu, dia merdeka lagi masing-masing.
Celakanya, dalam sistem presidensial, SBY sudah bikin konfederasi. Koalisi istilahnya di sini, tapi operasinya adalah konfederasi. Akibatnya, setelah pemilu dia kalah di DPR justru oleh anggota koalisinya sendiri. Tidak konsisten koalisinya, itulah konfederasi. Federasi, sama saja dengan konfederasi. Lebih kurang sama.
Kalau koalisi kan ada dua macam. Ada koalisi strategis, ada koalisi ad hoc. Koalisi ad hocitu mirip konfederasi. Dalam mencapai sasaran tertentu dia bekerja sama. Kalau sudah tercapai, kerja samanya boleh bubar lagi. Kalau koalisi strategis, seperti UMNO di Malaysia. Koalisinya jangka panjang, untuk seluruh hal, dan permanen. Saya menamakannya Koalisi Besar dan Permanen (KBP).
Aliansi mirip konfederasi, tapi lebih ringan lagi. Jadi, itu kerja sama yang amat bergantung momentum. Dan di dalam aliansi, memang begitu cair. Lebih cair lagi daripada konfederasi. Kalau konfederasi kan ada semacam persamaan kepentingan. Kalau aliansi, nggak.
Jadi, kepastian memang ada pada koalisi strategis, paling bisa diharapkan stabilitas dan efektivitas politik seperti UMNO. Yang paling longgar aliansi, dan paling sulit diharapkan hasilnya.

Dari berbagai konsep, mana yang Anda rekomendasikan?

Koalisi strategis. KBP.

Bagaimana dengan persoalan ideologi?

Koalisi strategis itu ada unsur-unsur substansinya. Pertama, ideologi-ideologi yang berbeda di dekatkan. Cara mendekatkan, tidak bisa dengan ideolo gi aliran seperti kita sekarang ini. Kita harus pakai yang namanya spektrum ideologi. Yaitu, ada garis ki ri kanan horisontal, dengan tiga titik: kiri, tengah, kanan.
Beda kiri dan kanan adalah campur tangan negara terhadap kehidupan rakyat. Kalau campur tangan itu dibolehkan, betapapun besar kecilnya, itu namanya kiri. Kalau campur tangan itu dilarang, betapapun besar dan kecilnya, itu namanya kanan.
Nah, atas dasar itu, kalau saya bisa buat-buat, semua partai Islam itu kiri. Karena ajaran Islam menghendaki negara mencampuri seluruh hidup rakyat. Sama dengan komunis, dan sosialis. Di Indonesia, nasionalisnya Megawati juga kiri. Karena, ajaran Bung Karno yang sosialistis/marhaenis.
Yang kanan itu bisa jadi Golkar dan Demokrat, karena dia liberal. PAN, karena dia Islam, kiri. Tapi. kirinya agak ke tengah. PKB kiri juga, tapi lebih dekat ke tengah, karena dia liberal.

Kecenderungan di banyak negara sudah pakai spektrum ideologi?

Di mana-mana. Indonesia saja yang masih pakai seperti sekarang. Di buku teks tidak ada.(-)

Sumber : republika.co.id

Thank you for visited me, Have a question ? Contact on : harismedia.net@gmail.com.
Please leave your comment below. Thank you and hope you enjoyed...

0 komentar:

Posting Komentar